Profile
Thematic: Geodiversity
- Hutaginjang Plateau YTT hydrothermaly-alteration; Hutaginjang
- Hutaginjang – Tapian Nauli, non-welded YTT plateau
- Tapian Nauli, Welded OTT
- Tapian Nauli Parking Area, Brecciated Lava
- Dolok Martumbur, Mesozoic meta-sandstones
Aspek Geologi
Morfologi Dataran Tinggi dan Kaldera Rim Endapan Tufa Hasil Letusan 74.000 Tahun yang Lalu. Lanscape/bentang alam tempat memandang kaldera rim yag indah dan dapat melihat pulau sibandang dan samosir dan dinding kaldera pada sisi yang lain. Breksi volkanik bersusunan andesitan yang tersingkap di kawasan Tapian Nauli (Muara-Silangit), merupakan batuan volkanik pra-kaldera yang sangat jarang tersingkap. Latar belakang adalah panorama Danau Toba dari arah selatan.
Disamping itu menuju Geosite Hutaginjang, akan melewati Taman Wisata Sijaba Hutaginjang (Cagar Alam Dolok Saut Surungan), Cagar Alam Dolok Saut-Surungan seluas 39.000 hektare terletak di Tapanuli Utara (SK Menteri Pertanian RI Nomor: 923/Kpts/Um/12/82, 27 Desember 1982). Suaka Margasatwa Dolok Surungan sebelumya merupakan Kawasan Hutan Dolok Surungan seluas 10.800 Ha dan Kawasan Hutan Dolok Sihobun seluas 13.000 Ha (Surat Keputusan Zelfbestuur tanggal 25 Juni 1924 Nomor 50). SK Menteri Pertanian No. 43/Kpts/Um/2/1974 menetapkan kedua kawasan (Dolok Surungan dan Dolok Sihobun) itu sebagai kawasan Suaka Margasatwa Dolok Surungan. Kawasan ini menjadi kawasan konservasi terluas ketiga setelah Taman Hutan Raya Bukit Barisan (51.600 Ha).
Flora di kawasan ini merupakan tumbuhan yang hidup di ketinggian 1.000-2.173 m dml, seperti anturmangan (Casuarina sp), mayang (Palaguium sp), haundolok (Eugenia sp), dan medang (Manglietia sp). Tempat ini juga menjadi habitat satwa liar seperti rusa, babihutan, harimau sumatera, landak, elang, siamang dan sebagainya.
Aspek Biologi
Disekitar Geosite Hutaginjang, terdapat pohon Kemiri merupakan bumbu pada hampir banyak masakan Batak. Bagian yang digunakan adalah biji yang mengandung cukup banyak lemak, serta jagung, kopi, serta Salaon (Indigofera tinctoria) merupakan tumbuhan yang getahnya dipakai untuk pewarnaan biru gelap dan mendekati hitam pada salah satu kain adat Batak yaitu ulos. Sona (Pterocarpus indicus) dan Jabi-jabi (Ficus sp) merupakan tumbuhan yang getahnya dipakai untuk pewarnaan merah pada salah satu kain adat Batak yaitu ulos. Disamping itu seperti kebiasaan masyarakat secara turun temurun memakan Kerbau untuk aktivitas pertanian.
Aspek Budaya
Pada kampung-kampung Tradisionil yang tersebar di kawasan Toba Caldera UNESCO Global Geopark terdapat beberapa rumah adat tradisional Batak. Biasanya satu rumah dihuni lebih dari satu sampai empat keluarga (suami isteri dan anak). Rumah-rumah adat di huta ini masih bentuk asli dan diperkirakan berumur ratusan tahun, sesuai dengan perkembangan waktu sebagian bahannya misalnya dinding, tiang dan atap telah diganti/diperbaharui karena rumah adat asli dengan bahan bangunan dinding/lantai dari kayu tanpa paku dan atapnya bahan ijuk.
Bangunan rumah Batak berdiri diatas tiang-tiang yang kokoh sehingga terdapat ruangan bawah yang disebut “bara” biasanya digunakan untuk kandang hewan piaraan. Bara ini dikelilingi oleh tiang-tiang penyangga rumah yang satu sama lain dihubungkan dengan “ransang” yakni papan kayu tanpa paku Bagian tengah rumah Batak tidak mempunyai kamar, ruangannya terbuka namun penggunaan lantai ruangan memiliki aturan antara lain disebut ruma soding, ruma suhut dsb. Bagian atas tidak mempunyai plafon, hanya pada bagian depan dan belakang atas terdapat ruangan yang disebut “Parapara”. Parapara di bagian depan biasanya dipergunakan untuk menyimpan benda-benda adat atau juga tempat alat musik tradisional disimpan, konon juga digunakan sebagai tempat yang aman untuk mengintip kondisi yang terjadi diluar rumah dalam huta. Para-para bagian belakang dipakai sebagai tempat menyimpan peralatan dapur dan bahan makanan persediaan. Bagian atap rumah Batak bebentuk kerucut dengan ujung bagian belakang lebih tinggi menjulang ke atas dari pada ujung bagian depan.
Jika diperhatikan dari luar, bagian depan rumah adat Batak dihiasi ukiran khas Batak disebut Gorga yang terdiri dari 3 warna (putih, merah dan hitam) yang memiliki arti/makna tersendiri. Juga terdapat berbagai ornamen benda-benda khas antara lain seperti ornamen yang dinamakan Gaja Dompak, Singa-singa, Pane Nabolon dan Dila Paung. Menurut para orangtua, ornamen ini diyakini berfungsi untuk menangkal roh jahat yang mau masuk kedalam rumah tersebut dan menjaga penghuni rumah dari gangguan ilmu gaib atau yang menimbulkan hal buruk terhadap masyarakat di huta Siallagan. Selain itu juga terdapat ornamen lambang payudara/buah dada wanita (Bahasa Batak: bagot atau panusuan atau situngkol bulusan), sebanyak 4 buah. Ornamen ini melambangkan kesuburan dan kekayaan, biasanya ditempatkan pada rumah Raja atau rumah orang dermawan, yang suka memberi bantuan bagi mereka yang kekurangan.
Masuk ke dalam rumah adat Batak kita harus melalui tangga yang ditempatkan pada bagian tengah dan kita harus berhati-hati dan merunduk agar tidak terantuk pada kayu palang; maknanya bahwa kita sebagai tamu harus sopan, santun dan hormat mendatangi pemilik rumah. Tangga ini biasanya terdiri dari 3, 5 atau 7 anak tangga (dahulu, hitungan ganjil bagi rumah orang yang dihormati atau rumah Raja, sedang untuk rumah pembantu atau orang yang miskin). Didalam rumah (ruangan terbuka tanpa sekat-kamar) terdapat benda-benda peralatan rumah tangga sehari-hari seperti : Tataring (tungku) dan hudon tano (periuk tanah) ditempatkan ditengah ruangan sebagai tempat memasak makanan dan minuman bagi penghuni rumah atau tamu. Hassung (terbuat dari bambu yang panjang dan besar) digunakan untuk menampung dan mengangkat air dari mata air. Sapa (piring besar) tersebut dari kayu sebagai tempat makanan dihindangkan bagi seluruh anggota keluarga. Solub (terbuat dari bambu) sebagai tempat menyimpan makanan yang sudah dimasak, atau juga menjadi alat takaran beras. Peralatan dapur lainnya biasanya terdiri dari kayu dan batu seperti sendok nasi, lesung kecil dan tatakan.
Selain benda-benda tersebut, terdapat sebuah benda berbentuk empat persegi (seperti tampi) yang dibuat tergantung dibagian belakang atas ruangan, dahulu berfungsi sebagai tempat sesajen/ persembahan memohon berkat dan perlindungan dari roh nenek moyang dan Yang Maha Kuasa (mulajadi na bolon). Diluar rumah/halaman, biasanya terdapat kursi-kursi batu tempat duduk, dan juga lesung (losung) yang digunakan untuk menumbuk padi atau beras untuk dimakan atau dijadikan tepung (itak) bahan membuat makanan tradisi Batak untuk acara adat atau sesajen, makanan ini yang disebut Itak Puti, Itak Gurgur dan Nahinopingan/ Nahinindatni andalu (bahan terdiri dari tepung beras, gula aren, kelapa dan garam secukupnya).
Map
Sorry, no records were found. Please adjust your search criteria and try again.
Sorry, unable to load the Maps API.