Liburan ke Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, rasanya kurang afdol kalau belum melihat kemegahan Jam Gadang. Menara jam ikonik ini menjadi salah satu tempat wisata favorit bagi wisatawan.
Selain menjadi ikon wisata Bukittinggi, ternyata menara jam bersejarah itu menyimpan sejumlah fakta menarik yang mungkin tidak diketahui wisatawan.
Dilansir berbagai sumber, berikut kumparan rangkum deretan fakta menarik Jam Gadang.
1. Pemberian Ratu Belanda
© Disediakan oleh Kumparan Suasana Jam Gadang di Bukittinggi, Sumatera Barat. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Mengutip laman bukittinggikota.go.id, Jam Gadang merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleurFort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Selesai dibangun pada tahun 1926, Jam Gadang sendiri dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto, seorang saudagar Minangkabau pada masa Hindia Belanda. Sedangkan peletakkan batu pertama dilakukan oleh putra Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.
2. Salah Satu Ikon Kota Bukit Tinggi
© Disediakan oleh Kumparan Jam Gadang Padang. Foto: Thinkstock
Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan diresmikan, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang.
Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi. Jam Gadang juga menjadi salah satu ikon Kota Bukit Tinggi dan menjadi spot favorit bagi wisatawan.
Lihat lokasi Jam Gadang klik disini!
3. Menara Jam Gadang Pernah Beberapa Kali Mengalami Perubahan
© Disediakan oleh Kumparan Suasana Jam Gadang, Bukittinggi. Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Sejak didirikan, Jam Gadang telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya.© Disediakan oleh Kumparan
Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk pagoda. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.
Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah Kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun Kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal 22 Desember 2010.
4. Penulisan Angka 4
© Disediakan oleh Kumparan Air mancur menari di kawasan pedestrian Jam Gadang, Bukittinggi. Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Salah satu keunikan Jam Gadang Bukittinggi yang menjadi perbincangan terletak di angka empatnya. Berbeda dengan angka IV dalam aksara Romawi, nomor 4 di Jam Gadang Bukittinggi ditulis dengan IIII.
Masyarakat sekitar percaya kalau angka IIII itu dibuat demikian untuk mengenang empat orang pekerja yang meninggal karena kecelakaan kerja.
Selain cerita tersebut, ada juga yang menyatakan bahwa angka IV diartikan sebagai “I Victory” yang artinya aku menang. Untuk menghindari arti “aku menang” karena dikhawatirkan memicu pemberontakan untuk menentang penjajah, penulisan angka 4 ditulis sebagai IIII.
Namun, beberapa ahli menyatakan bahwa angka 4 dalam huruf romawi awalnya memang tertulis IIII. Hal ini terjadi jauh sebelum pemerintahan Louis XIV.
Penulisan angka empat dengan “IV” juga dikatakan sebagai perubahan penulisan angka romawi yang awalnya IIII. Sampai saat ini, pendapat mana yang paling benar masih menjadi teka-teki.
Lihat lokasi Jam Gadang klik disini!
5. Disebut-sebut Sebagai Kembaran Big Ben
© Disediakan oleh Kumparan Komparasi Big Ben dan Jam Gadang. Foto: Chandra Dyah/kumparan
Terakhir, menara jam yang berumur lebih dari 100 tahun ini kerap disamakan dengan Big Ben yang berada di London. Keduanya disandingkan lantaran sama-sama menjadi landmark dari masing-masing kota.
Apalagi Big Ben dan Jam Gadang semakin disamakan, karena sama-sama menggunakan mesin untuk penggerak yang hanya diproduksi dua buah saja di dunia. Kedua mesin itu tentunya digunakan oleh Big Ben dan Jam Gadang.
© Disediakan oleh Kumparan Komparasi Big Ben dan Jam Gadang. Foto: Chandra Dyah A/kumparan
Meski memiliki bentuk yang serupa (segiempat), namun menara Big Ben di London dan Jam Gadang jelas berbeda.
Jam Gadang dibuat bergaya modern dengan menara berbentuk rumah adat Minangkabau setinggi 26 meter. Sedangkan Big Ben didesain bergaya Gothik Victoria dengan bagian puncak menara runcing dan tinggi mencapai 96 meter.
Lihat lokasi Jam Gadang klik disini!
sumber: kumparan
Leave a Reply